Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 10 Januari 2011

HIWAR Tentang Deradikalisasi

 oleh : Ust. Harist Abu Ulya

1.       Menurut Ustadz, apa latar belakang munculnya program deradikalisasi dan apa sebenarnya porgram itu?
 Sejauh kajian saya; deradikalisasi adalah bagian dari strategi kontra terorisme.Pendekatan Hard measure, belum dianggap bisa mereduksi dan menghabisi seluruh potensi  yang mengarah ke tindakan ”terorisme”. Bahkan dianggap belum efektif menyentuh akar persoalan terorisme secara komprehensif. Begitu juga ketika strategi Law Enforcement dirasa kurang memberikan efek jera dan belum bisa menjangkau  ke akar radikalisme. Sekalipun diakui cukup efektif untuk “disruption” tapi tidak efektif untuk pencegahan dan rehabilitasi sehingga masalah terorisme terus berlanjut dan berkembang. Deradikalisasi dan kontra-radikalisasi yang integratif  pada konteks ini adalah sebagai upaya baik dalam bentuk  langkah strategis maupun taktis untuk memotong  seluruh variabel  yang dipandang sebagai stimulan lahirnya tindakan ”terorisme” baik pra maupun pasca (terkait pembinaan terhadap narapidana dan mantan combatan). Maka program ini lebih banyak berbentuk ”soft approach”, baik kepada  masyarakat secara luas, kelompok tertentu maupun kepada individu-individu tertentu yang masuk dalam jejaring kelompok yang di cap ”radikal”, ”teroris” dan semacamnya. Dan langkah ini diupayakan mendapat pijakan hukum dengan mempropagandakan ini bagian dari WOT.


2.       Dalam peneropongan Ustadz, apa yang ada di balik proyek deradikalisasi itu?
Catatan penting  adalah; sebagian orang tidak sadar telah bersikap apologis terhadap istilah dan terminologi ”terorisme” yang dijajakan Barat didunia Islam dan di ekspos secara masif oleh media.Sebuah istilah yang menjadikan Islam Ideologi dan pemeluknya sebagai ”tersangka” atas  tindakan beberapa individu atau sebagian orang yang menggunakan jalan kekerasan untuk meraih kepentinganya.Tanpa lagi mengkritisi kemungkinan drama ”terorisme” adalah pabrikasi dengan melibatkan intelijen asing. Di sini terlihat ada usaha pengalihan perhatian umat terhadap AS sebagai biang kerok lahirnya instabilitas sosial politik  ekonomi didunia Islam termasuk Indonesia.Kemudian secara manipulatif  AS memaksa kepada para penguasa dunia Islam untuk memberangus setiap potensi yang dapat mengancam dan membongkar kedok imperialisme-nya.Maka yang dimaksud deradikalisasi di Indonesia jika melihat obyek sasaranya, jelas telah menempatkan gerakan-gerakan Islam yang menginginkan tegaknya syariat Islam secara kafah dalam bingkai negara sebagai bidikan. Awalnya pendekatan pisik semata (hard power) di fokuskan kepada kelompok-kelompok Jihadis, tapi dianggap tidak menyelesaikan suatu gerakan ideologis.
 Dan belajar dari pengalaman Indonesia selama lebih dari 50 tahun menangani DI/NII telah membuktikan bahwa hard power approach bukan jawaban tepat. Asumsinya selama idologi radikal mereka tidak bisa di netralisir, selama itu pula mereka terus melakukan aksi. Diambillah kasus situasi di Afghanistan dan Irak, oleh karena itu dalam deradikalisasi  ada upaya menggeser kepada obyek sasaran lebih luas,yaitu kepada pihak yang dianggap pengusung ideologi radikal-fundamentalis. Yang diposisikan sebagai eksploitator terhadap faktor dan realitas ketimpangan sosial politik dalam konteks global maupun lokal Indonesia. Maka tampak, yang diinginkan dari proyek deradikalisasi adalah menyumbat pertumbuhan Islam ideologi yang dipandang membahayakan status quo yang sekuler.
3.       Benarkah ada campur tangan asing?
Jangan lupa, bahwa drama War on terrorism dan semua derivat strateginya di Indonesia tidak terjadi  secara masif kecuali pasca peristiwa WTC 9/11/2001. Dari beberapa dokumen, terungkap dukungan dana mengucur deras ratusan juta dolar dan lebih dari 500 juta euro untuk proyek long  term dari negara Eropa (Australia, Denmark, Belanda, dll) diberikan kepada  kepolisian RI (Densus88), dan langkah peningkatan capacity building terhadap aparat kepolisian dan Intelijen Indonesia juga berjalan secara simultan. AS sendiri melalui Obama menyiapkan lebih dari 5 miliar dolar, untuk membuat program kerjasama keamanan bersama untuk menempa badan intelijen internasional dan infrastruktur penyelenggaraan hukum demi melumpuhkan jaringan teroris dari pulau-pulau terpencil di Indonesia, hingga ke kota-kota yang membujur di Afrika.Bocoran wikileaks mengkonfirmasi  bagaimana hubungan AS dan sekutunya dengan pemerintah Indonesia dalam isu terorisme. Bocoran dokumen oleh Wikileaks yang dimuat di harian Australia The Age (17/12/2010), para diplomat Amerika di Jakarta meminta keinginan pemerintahan SBY dikabulkan oleh Washington. Mereka yakin bila hubungan dengan Kopassus telah baik dan pelatihan dimulai kembali maka pemerintahan SBY dan militer akan melindungi kepentingan Amerika Serikat di kawasan, termasuk kerjasama memerangi terorisme.
Bahkan, Australia memberikan dukungan kepada SBY di Pilpres 2009. SBY didukung karena dinilai sukses dalam kerjasama antiterorisme. Di salah satu bocoran WikiLeaks yang dimuat oleh harian Sydney Morning Herald, 15/12/2010.Pejabat Kementerian Luar Negeri Australia untuk Urusan Asia Tenggara, Peter Woolcott, mengatakan;..Yudhoyono telah memberikan kerjasama kelas satu dalam anti terorisme.
Dan AS sendiri tidak menginginkan tumbuh suburnya kelompok yang dianggap radikal, terungkap  dalam laporan terbaru yang berjudul Sharia a Danger to US, Security Pros Say, sebuah panel ahli keamanan nasional Amerika Serikat memberikan rekomendasi radikal kepada pemerintahan Obama bahwa syariah Islam adalah ancaman bagi negara tersebut. Dan sangat pentingnya keamanan AS dan peradaban Barat untuk mendukung tokoh dan kelompok Islam moderat.Esensinya AS harus mendukung dan menumbuhkan moderatisasi dalam kehidupan muslim Indonesia.
Ini  indikasi dan benang merah yang cukup untuk menjelaskan bahwa proyek deradikalisasi dan kontra radikalisasi  adalah bagian dari strategi WOT dimana arahan dan paradigma Barat (AS) menjadi basis implementasinya. Dan ini klop dengan sistem sekuler yang dijaga siang dan malam keberlangsungannya oleh para penguasa yang mengekor kepada kepentingan Barat, dengan mendapat imbalan pujian dan kemaslahatan sesaat.
4.       Jika deradikalisasi itu kesannya kental kaitannya dengan aksi kekerasan terorisme, kenapa justru terlihat melibatkan atau bahkan menyasar para ulama sebagai obyek program itu?
Sebenarnya kalangan akademisi, aktifis mahasiswa dan komponen lain juga di libatkan. Masalah ini kata kuncinya  adalah; ideologi radikal dianggap sumber terorisme dan kekerasan. Dan cara untuk melenyapkan ideologi radikal, status quo menggunakan pola orde baru. Penguasa mengkooptasi para ulama melalui multi pendekatan, setelah satu arus dengan paradigma penguasa maka berikutnya para ulama bisa menjadi khutoba’ (penyeru/corong) kepentingan penguasa. Masyarakat Indonesia mayoritas  karakteristiknya  paternalistik, maka pendekatan dengan melibatkan para ulama dirasa paling efektif untuk mengintroduksikan mafhum ala status quo kepada masyarakat luas. Yang diharapkan adalah munculnya imunitas pada diri masyarakat terhadap pemahaman-pemahaman yang di anggap radikal-fundamentalis. Pada akhirnya masyarakat bisa sedemikian kuat bersikap resisten dan mengalenasi  pemahaman dan kelompok ”radikal ”. Sekalipun para ulama yang include dengan ”proyek” seperti ini tidak selalu mendapat  tempat dihati masyarakat apalagi dikalangan aktifis gerakan Islam. Tapi dengan dibantu ”mindsite control” melalui media massa dan elektronik oleh pihak penguasa maka impactnya  akan cukup besar. Bisa jadi akhirnya umat dalam posisi terbelah dan berhadap-hadapan secara diametrikal, antara bersama arus sekulerisme yang dibungkus dengan bahasa-bahasa efuisme kekufuran oleh para khutoba’ dengan pemahaman yang  lurus terhadap Islam yang diusung oleh umat yang ideologis.

5.       Apakah ada bahaya dari proyek ini?
Jika pelibatan ulama berhasil meraih targetnya, bisa jadi akan di manej oleh status quo untuk masuk di plan berikutnya. Diraihnya  ”stempel”atau ”dukungan” dari masyarakat yang dimediasi oleh para ”khutoba’” akan meligitimasi tindakan yang berpotensi lebih represif, baik dengan atau tanpa regulasi  (UU) yang memayunginya. Keberhasilan dalam pengarusutamaan Islam moderat akan menempatkan Islam ideologi pada kutub yang berlawanan, lebih tepatnya sebagai musuh. Tentu dalam kontek dakwah, perjuangan penegakkan syariah akan sedikit menempuh jalan terjal, penuh onak dan duri. Tapi sikon seperti itu pula yang akan mengkritalkan  perjuangan menuju titik kulminasi kemenangan dan dukungan dari orang-orang mukhlis yang memiliki power. Jangan lupa, laju dakwah dan perjuangan tidak pernah berhenti karena konspirasi dari orang-orang munafik yang menjadi kaki tangan kafir Barat. Karena mereka itu ibarat batu yang salah tempat, seharusnya dia menjadi bagian dari bahan-bahan benteng  yang melindungi dan membela Islam dan kaum muslimin bukan menjadi batu sandungan bagi penegakkan Islam.

6.       Sebagian pihak menengarai, proyek ini sarat dengan pelanggaran HAM. Bagaimana pandangan Ustadz dan apa indikasi/buktinya? Lalu bagaimana menyikapi adanya pelanggaan HAM itu?
 Sejauh yang saya tau, pelanggaran itu di langkah hard power dari proyek kontra-terorisme.Tercatat sejak tahun 2002-2010 aparat  menembak tewas lebih dari 40 orang dan menangkap lebih dari 564 orang dihimpun dari berbagai operasi: Palu 2003, Semarang 2003, Malang 2005, Sukoharjo dan Yogyakarta 2007, Palembang 2008, Cilacap dan Jatiasih 2009, Aceh, Medan dan Solo 2010, dan melahirkan ratusan ”janda” (suami tewas/tahanan). Seperti juga yang di ungkap Komnas HAM dalam laporan akhir tahunan(2010), adanya fakta pelanggaran serius seperti :extra judicial killing, penetapan DPO tanpa prosedur pengadilan, salah tangkap, salah grebek, dan penyiksaan ketika introgasi, dan salah opini. Bahkan kekerasan/terorisme simbolis terjadi terhadap keluarga korban (tersangka), asas praduga tidak bersalah juga dilanggar. Saya punya catatan(data) tentang hal tersebut  berangkat dari investigasi kasus Medan dan interview lainya. Tapi anehnya Barat membisu, para penggiat HAM terlihat watak aslinya; bosa-basi menyikapi hal tersebut.Human right wacth yang di Washington pernah kontak saya untuk mencoba menggali pelanggaran-pelanggaran HAM serius oleh aparat Densus88, tapi juga belum ada tindak lanjut yang signifikan. Malah mempersoalkan Perda (Qonun) yang ada di Aceh, yang dianggap bertentangan dengan HAM karena menerapkan hukum syariah.
 Sementara dalam deradikalisasi, ada potensi penyimpangan  dan tafsiran-tafsiran yang menyesatkan terhadap nash-nash syara’. Membangun pemahaman yang  tidak kokoh konstruksi dalil dan argumentasi (hujah)-nya.Upaya menselaraskan nash-nash syara’ terhadap realitas sekuler, dan memaksakan dalil mengikuti konteks aktualnya. Contoh upaya tahrif (penyimpangan) pada makna Jihad, toleransi, Syuro dan demokrasi, hijrah, thagut, muslim dan kafir, ummatan washat, klaim kebenaran, doktrin konspirasi (QS. Al Baqarah:217) dan upaya mengkriminalisasi istilah ”daulah Islam”, Khilafah.
 Dan sikap kongkrit kita adalah berusaha berbicara baik-baik kepada pihak pemangku kebijakan dalam persoalan ini. Untuk amar makruf nahi munkar, jika mereka membuka diri tentu kita dengan senang hati mendialogkan duduk persoalan dari drama ”WOT” ini. Agar para penguasa negeri Islam termasuk Indonesia tidak menjadi follower dari kebijakan radikal dan ektrimis negara Amerika dengan bendera GWOT  menebar  kedzaliman. Disamping itu langkah penting lainya adalah membongkar persekongkolan jahat dalam isu ini di hadapan umat secara masif, agar mereka sadar dan tidak terseret arus mainstream  Barat.

7.       Akankah proyek deradikalisasi ini berhasil?
Ini tergantung  daya  dorong mereka para pengusung proyek tersebut, dan juga kondisi aktual umat Islam yang menjadi obyek dari proyek ini. Sekalipun ada anggaran unlimitide serta banyak person, institusi  dan kelompok opurtunis  bisa dibeli untuk proyek ini, saya rasa akan tetap menghadapi kendala serius. Karena drama kontra-terorisme terlanjur menjatuhkan kepercayaan umat kepada pihak penguasa dan aparat penegak hukumnya pada titik nadzir.Teori konspirasi banyak menemukan relefansinya, dan umat mulai cerdas mengeja itu semua.Ketidak adilan dan ketimpangan hukum juga terjadi bagi  orang-orang yang disangka teroris, ini berbeda perlakuan jika berhadapan dengan para bajingan dan perampok uang rakyat (koruptor). Tanpa sadar, penguasa telah menggali kuburnya  sendiri melalui aparatnya dan menjadi pemicu serta sumber siklus ”kekerasan” yang tak berujung. Mereka seharusnya sadar diri, tidak ambigu berkedok dengan demokrasinya tapi solusi-solusi yang ditempuh sama sekali tidak demokratis; main bunuh, main tangkap, main grebek, dan main opini seenak perutnya.

8.       Bagaimana sebaiknya kita merespon program deradikalisasi ini?
Respon terhadap perkara ini harus menjadi bagian dari agenda dakwah dalam fase sekarang.Karena ini moment bagus untuk menjelaskan peta hubungan Barat-Dunia Islam, AS-Indonesia, dan membuka kedok kejahatan AS atas dunia Islam yang difasilitasi oleh para penguasa komprador. Dan perkara ini juga harus menjadi pendorong  agar para pengusung Islam Ideologi lebih semangat pantang menyerah, dan menjadikan  konspirasi-konspirasi jahat tidak lebih sebagai batu sandungan yang akan mengkristalkan  iman dan kemenangan.

9.       Dari pelaksanaan program ini yang sudah dilakukan, ternyata juga menyinggung syariah dan khilafah dan seakan dianggap bahaya, benarkah syariah dan Khilafah berbahaya?
Berbahaya itu bagi negara Imperialis karena seluruh kejahatan dan penjajahanya akan dibungkam dengan tegaknya Khilafah yang menegakkan syariah kaffah. Berbahaya itu bagi para penguasa negeri Islam yang menghamba kepada thagut sekulerisme dan penguasa Barat, ketika syariat tegak seluruh kepentingan dan kemaslahatan pribadinya akan musnah. Intinya yang merasa syariah dan Khilafah berbahaya adalah para penjahat dengan segala jenis dan bentuknya.Islam itu ketika tegak, bukan hukum rimba yang berlaku. Tapi hukum Allah swt yang bisa menjamin keadilan bagi siapapun sekalipun orang-orang kafir selama mereka bernaung dibawah Khilafah Islamiyah.

10.   Dalam pandangan Ustadz, siapa dan apa yang sesungguhnya berbahaya bagi negeri ini dan umat?  
Yang berbahaya adalah imperialisme Barat di negeri Indonesia atas nama GWOT, HAM, Demokrasi, Pasar bebas,dan perubahan iklim. Dan yang berbahaya saat ini juga adalah tegaknya tatanan sistem sekuler dan demokrasinya serta tidak ditegakkannya sistem Islam. Bahaya yang ditimbulkan adalah dunia akhirat. Dengan demokrasi dan sekulerisme menghantarkan ummat Islam dalam kehidupan yang sempit dalam seluruh aspeknya. Jauh dari kebahagiaan lahir batin, dan jatuh dalam peradaban materialisme dan kerusakan moral yang luar biasa.Dan yang paling dasyat adalah kembali di hadapan Allah swt termasuk golongan orang-orang yang merugi.Wallahu a’lam bisshowab 
sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar